Fenomena Alam Aurora



Aurora adalah fenomena alam yang menyerupai pancaran cahaya yang menyala-nyala pada lapisan ionosfer dari sebuah planet sebagai akibat adanya interaksi antara medan magnetik yang dimiliki planet tersebut dengan partikel bermuatan yang dipancarkan oleh Matahari. Ini merupakan salah satu fenomena alam yang terjadi dari masa ke masa. Apabila aurora terjadi, cahaya matahari di kawasan hemisfer utara akan bercahaya hijau atau kadang-kadang berwarna kemerah-merahan, kelihatannya seperti matahari terbit dari arah luar biasa. Aurora berlaku di kawasan antara 65-720 garis lintang utara dan selatan (kawasan Artik dan Antartika). Di kutub utara, aurora ini dikenal dengan sebutan Aurora Borealis, dan aurora di kutub selatan dikenal dengan sebutan Aurora Australis.
Di bumi, aurora terjadi di daerah di sekitar kutub utara dan kutub selatan magnetiknya. Aurora yang terjadi di daerah sebelah utara dikenal dengan nama Aurora Borealis, yang dinamai bersempena Dewi Fajar Rom yaitu Aurora dan nama Yunani untuk angin utara yaitu Boreas. Karena di Eropa, aurora sering terlihat kemerah-merahan di ufuk utara seolah-olah matahari akan terbit dari arah tersebut. Kadang-kadang aurora juga muncul di puncak gunung di iklim tropis.
Aurora borealis selalu terjadi diantara September dan Oktober, dan Maret dan April. Fenomena aurora disebelah selatan yang dikenal dengan Aurora Australis mempunyai sifat-sifat yang serupa.
Mengapa aurora hanya terdapat di kutub bumi? Karena di kutub utara dan selatan medan magnetiknya sangat kuat dibandingkan wilayah lainnya. Walaupun kadang-kadang aurora juga bisa Nampak di puncak gunung di iklim tropis namun fenomena ini sangat jarang sekali terjadi.
Penelitian aurora borealis dirintis oleh trio Norwegia, yaitu Lars Vegard, Kristian Birkeland, dan Carl Stxrmer. Vegard adalah porang pertama yang memetakan warna aurora. Ia menggunakan spektograf untuk mencatat panjang gelombang dan warna aurora. Menurut perhitungannya, warna hijau aurora mempunyai panjang gelombang 558 x 10E-9 m. Birkeland menyusun teori yang menjelaskan fenomena aurora borealis pada tahun 1896. Sebagian besar teorinya yabng telah diuji di laboratorium tersebut, masih dipakai hingga sekarang. Birkeland dapat menciptakan aurora dengan membombardir bola logam yang mengandung electromagnet (berperan sebagai bumi) dengan electron (berperan angin matahari). Ia juga menyusun serangkaian perhitungan teoritis. Arus listrik di atmosfer kini dikenal sebagai arus Birkeland. Lalu Stxrmer melanjutkan perhitungan teoritis Birkeland. Menurut Stxrmer, ada daerah seperti sabuk di sekeliling bumi dimana partikel-partikel akan saling memantul diantara kedua kutub. Beberapa tahun kemudian, daerah ini kemudian diukur dari satelit oleh ahli fisika Amerika bernama James Van Allan.  Daerah ini kini dikenal sebagai sabuk Van Allen. Stxrmer juga meramalkan tinggi aurora borealis, yaitu sekitar 80-130 km, dengan cara membandingkan foto posisinya dengan bintang-bintang.
Ada dua hal yang berperan dalam melahirkan aurora, yaitu medan magnetic planet dan partikel matahari. Planet bumi dikelilingi selubung magnetic super besar yang biasanya disebut Medan Magnetik Bumi. Ada saat-saat  dimana matahari mengeluarkan solar wind. Solar wind ini adalah aliran electron dan proton yang terlepas dari matahari akibat tingginya energy kinetik yang dimiliki kedua partikel serta suhu matahari. Lalu partikel-partikel solar wind ini terperangkap di medan magnetic bumi, beberapa dari partikel-partikel ini mengarah ke kutub bumi dengan kecepatan yang terus bertambah. Benturan antara partikel-partikel ini dan atom-atom yang terdapat dalam atmosfer bumi melepskan energy yang menyebabkan terbentuknya aurora di kutub bumiyang Nampak seperti lingkaran besar yang mengelilingi kutub. Maka dari itu aurora lebih sering muncul dan bersinar lebih terang ketika matahari sedang aktif-aktifnya mengeluarkan Corona Mass Ejection yang menyebabkan meningkatnya intensitas dari solar wind.
                                  






0 komentar:

Posting Komentar

Total Tayangan Halaman